IHSG Bidik Level 8.000, Maybank Sekuritas Jagokan Saham BBNI, INDF, hingga ANTM

Admin Ugems
A Minute Read - Wed Sep 04 07:00:00 GMT 2024

Bisnis.com, JAKARTA— Skenario optimistis IHSG disampaikan oleh sejumlah sekuritas, termasuk Maybank Sekuritas yang meneropong indeks komposit mampu menyentuh level 8.000 pada akhir tahun ini. Saham apa saja yang menjadi jagoan?
Dalam risetnya, analis Maybank Sekuritas Jeffrosenberg Chenlim dan Jocelyn Santoso menilai prospek penurunan suku bunga The Fed sudah price-in sehingga investor direkomendasikan melakukan pergeseran secara bertahap dari saham-saham yang sensitif suku bunga, seperti sektor perbankan dan properti.
“Sebaliknya, investor dapat mempertimbangkan untuk bergerak ke sektor komoditas, khususnya tambang logam dan batu bara,” tulisnya dalam riset, dikutip Rabu (4/9/2024).

Maybank Sekuritas perkirakan permintaan batu bara, nikel, aluminium, dan tembaga akan pulih. Salah satu katalisnya datang dari prospek pasar China sejalan dengan penguatan mata uang renminbi yang membuka fleksibilitas fiskal dan moneter Negeri Panda.

“Kami mempertahankan target IHSG di level 8.000 pada akhir tahun ini. Target itu berdasarkan proyeksi price to earnings 13,6 kali pada 2024 dengan perkiraan pertumbuhan laba bersih yang flat,” paparnya.
Maybank Sekuritas juga menyampaikan proyeksi terbaru untuk indeks harga saham gabungan (IHSG) pada 2025 yang diperkirakan mampu melaju ke kisaran 8.300—8.850 pada 2025. Adapun, pertumbuhan laba bersih diperkirakan sebesar 7,0%—7.4% secara year-on-year (YoY) pada tahun depan.
“Saham pilihan kami ialah ANTM, INCO, BBNI, KLBF, INDF, dan SMRA,” ungkapnya.
Target harga untuk top picks tersebut ditetapkan sebesar Rp5.900 untuk saham BBNI, Rp1.900 untuk saham ANTM, Rp5.100 untuk saham INCO, Rp800 untuk saham SMRA, Rp2.800 untuk saham KLBF, dan Rp9.000 untuk saham INDF.
Di sektor batu bara, saham UNTR menjadi rekomendasi teratas Maybank Sekuritas. Saham emiten Grup Astra itu mendapat rekomendasi beli dengan target harga Rp28.000.
Meski begitu, Jeffrosenberg dan Jocelyn menambahkan risiko penguatan nilai tukar dolar AS, hard landing ekonomi China, tensi geopolitik yang memanas, dan melemahnya daya beli konsumen masih membayangi pasar saham ke depan.

----------
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.



Source https://www.bisnis.com

Page Comments