Kampus Kelola Tambang, Siapa Setuju? Siapa Menolak?

Admin Ugems
Lesen in 2 Minuten - Sat Jan 25 07:00:00 GMT 2025

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan usaha milik perguruan tinggi menjadi salah satu pihak yang diusulkan mendapatkan Wilayah Izin Usaha Tambang (WIUP). Rencana ini tertuang dalam revisi UU Mineral dan Batubara yang sudah ditetapkan sebagai usul inisiatif dari DPR RI melalui rapat paripurna pada Kamis (23/1/2025). Pemberian pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi diusulkan oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia. Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Indonesia, Budi Djatmiko, menyebut bahwa usul agar universitas diberikan hak untuk mengelola tambang datang dari lembaganya. Budi berkata, usulan itu pernah mereka sampaikan kepada Prabowo Subianto dan juga Joko Widodo. Budi membuat klaim, APTISI memberikan usulan pertama kepada Jokowi pada tahun 2016.
Baca juga: BEM SI Tolak Usul Perguruan Tinggi Kelola Tambang: Kampus Bukan Tempat Bisnis


"Dari Pak Jokowi tidak direspon, lalu saya usulkan kepada Pak Prabowo pada 2018," kata Budi kepada BBC News Indonesia. Budi juga mengatakan bertemu berkali-kali dengan Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran untuk membicarakan usulan tersebut. Setidaknya, ada sekitar 15 pertemuan. Usulan universitas mengelola konsesi pertambangan dirumuskan dalam dokumen berjudul "Usulan APTISI: Peta Jalan Pendidikan Bahagia Menuju Indonesia Emas 2045". Pada dokumen itu, Budi Djatmiko tertulis sebagai penyusun dokumen. Nama lain yang tertera adalah La Ode Masihu Kamaludin, yang ditulis penyunting. Kamaludin tercatat sebagai anggota dewan pakar pada Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran untuk Pilpres 2024. Dia sempat menjabat ketua Forum Rektor Indonesia pada 2013 dan pernah berkiprah sebagai anggota DPR dari Partai Persatuan Pembangunan.
Baca juga: Draf RUU minerba: Perguruan Tinggi Dapat Kelola Tambang dengan Cara Prioritas Kamaludin berkata, dokumen usulan itu mereka terbitkan pada Agustus 2024—sekitar dua bulan sebelum pelantikan Prabowo-Gibran.
Peta jalan yang disusun Budi dan Kamaludin memuat "permasalahan utama pendidikan" yang mereka klaim selama ini "bias perkotaan". "Pada saat anak desa ke kota ambil jurusan industri, dia enggak akan kembali ke desanya karena desanya enggak ada industri," kata Budi via telepon, Selasa (21/01). Dokumen usulan itu menyebut "pertambangan merupakan salah satu elemen dalam solusi permasalahan pendidikan". Pada dokumen itu, mereka menulis "Indonesia memiliki kekayaan bahan terbaik di dunia". Pada poin tersebut pula, mereka membuat klaim "sumber daya manusia dan teknologi Indonesia belum mampu mengelolanya dengan optimal".
Baca juga: Rektor Unair Setuju Izin Tambang untuk Perguruan Tingi, tapi Ada Syaratnya
Jadi RUU Inisiatif DPR
Saat ini, RUU sudah diketok menjadi inisiatif DPR pada Kamis. Wakil Ketua Baleg DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, mengatakan, revisi RUU minerba didorong oleh dua alasan utama. Pertama, adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Nomor 3 Tahun 2020 yang merupakan perubahan dari UU Nomor 4 Tahun 2009. MK telah mengeluarkan tiga putusan, yakni 59/PUU-XVIII/2020, 60/PUU-XVII/2020 (pengujian formal), dan 64/PUU-XVIII/2020 (pengujian materiil). Dalam putusan tersebut, MK menolak pengujian formal tetapi mengabulkan sebagian pengujian materiil, sehingga memerlukan penyesuaian terhadap UU minerba. Kedua, untuk memperkuat keberpihakan negara terhadap masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA). Lalu, revisi ini bertujuan untuk membuka peluang lebih besar bagi masyarakat melalui ormas, perguruan tinggi, dan UKM dalam pengelolaan tambang.
Baca juga: Rektor Unair: Sebelum Pak Prabowo Dilantik, Sudah Dibahas soal Perguruan Tinggi Kelola Tambang “Revisi ini adalah langkah afirmatif untuk memastikan SDA dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat,” kata dia. Merespons hal ini banyak bermunculan pro dan kontra dari berbagai kalangan. Delapan fraksi di DPR menyepakati pembahasan revisi UU minerba.
Siapa yang menolak?
1. Walhi
Salah satu pihak yang menolak keras adalah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Penolakan ini bahkan disampaikan oleh Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Walhi, Mukri Friatna dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) soal revisi UU minerba di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Jakarta, Kamis (23/1/2025). "Kami menolak dengan keras keterlibatan atau pemberian hak atau akses dalam rancangan undang-undang perubahan minerba kepada perguruan tinggi. Saya kira cukup sudah bangsa ini menceburkan ulama ke lahan-lahan kotor," kata Mukri di hadapan jajaran Baleg DPR RI.



Source https://news.kompas.com

Seitenkommentare