Pemerintah Targetkan 23% Bauran EBT, Realistis Dicapai?

Admin Ugems
2 Minuutin Luku - Wed Jan 22 01:00:00 GMT 2025

Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menargetkan bauran energi baru terbarukan (EBT) 23% di tahun 2025. Sementara saat ini, diketahui bauran EBT sekitar 14%.Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menilai, target tersebut berat dicapai. Pasalnya, langkah bauran EBT Indonesia sudah tertinggal jauh. "Nanti kita lihat saja, hasil (bauran EBT) berapa di akhir 2025 besok. Mungkin kalau 23% berat karena kita sudah ketinggalan jauh," kata Fabby saat dihubungi detikcom, Selasa (21/1/2025).Namun begitu, Fabby menilai, ada langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk memacu bauran EBT. Hal itu sejalan dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada 2021-2030 menargetkan bauran EBT sebesar 52%.Dalam RUPTL, kata Fabby, PLN juga menargetkan daya tambahan 9 gigawatt (GW) listrik. Namun, realisasinya terkendala. Menurutnya, rencana yang sudah tertuang dalam RUPTL lebih baik segera dieksekusi sebanyak-banyaknya."Sampai dengan akhir tahun lalu, sudah ada kontrak dengan PPA untuk pembangkit baru, ada yang selesai di 2025. Tapi salah satu yang bisa dikejar cepat itu PLTS Atap. Jadi saya harap kalau PLTS Atap bisa masuk 2 GW itu bagus. Ini yang harus dilihat pemerintah," jelasnya."Saya kira dioptimalkan saja dari yang masih harus bangun 9 GW itu, dibangun saja sebanyak-banyaknya. Nggak usah bilang revisi target-revisi target. Nanti akhir 2025 baru kita susun strategi," imbuhnya.Fabby menambahkan, capaian bauran EBT juga harus memanfaatkan sumber investasi swasta sebagai salah satu instrumen pendanaan. Apalagi, akselerasi bauran EBT tidak bisa mengandalkan keuangan negara."Jadi kalau kita ingin menarik investasi swasta, pembiayaan swasta, maka harus ada reformasi kebijakan. Karena kalau kita lihat dari beberapa kebijakan, daya tarik investasi energi terbarukan termasuk rendah di Asia Tenggara. Sehingga kita harus memperbaiki kerangka regulasi kita untuk menarik investor," jelasnya.Fabby juga menilai, pendanaan publik dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), di mana subsidi energi yang digelontorkan hingga Rp 390 triliun, dapat dikurangi untuk mendanai EBT di Indonesia.Selain itu, Fabby menilai pemerintah juga perlu memikirkan pengenaan pajak ekspor energi seperti batu bara dan gas. Ia mengatakan, ekspor batu bara Indonesia sendiri mencapai 500 ton per tahun, pengenaan pajak itu dapat dialokasikan untuk membangun EBT dalam negeri."Coba pemerintah memikirkan untuk memajak ekspor batu bara tadi. Misalnya diambil 2,5% dari nilai ekspor batu bara itu untuk pajak yang dipakai untuk pembangunan energi terbarukan, dan gas juga. Dipajaki tapi kemudian nanti dikelola, dibuat untuk pembiayaan energi terbarukan itu," tutupnya.Sebelumnya, Penasihat Khusus Presiden Urusan Energi, Purnomo Yusgiantoro mengusulkan agar target bauran energi baru terbarukan (EBT) Indonesia 23% pada 2025, dapat direvisi.Purnomo mengatakan target itu dibuat pada 2007 saat dirinya menjabat sebagai Menteri ESDM. Capaian bauran EBT 2024 saja baru mencapai 14%, sementara tahun ini ditargetkan 23%. Artinya telah memasuki 2025, terlihat target itu cukup jauh.Purnomo bercerita, target bauran EBT 23% itu dibuat pada tahun 2007 saat Indonesia mengalami krisis. Saat itu pemerintah tengah mendapatkan protes karena mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dari sebelumnya 7 produk, tetapi 4 di antaranya mengikuti harga dunia.Skema itu dilakukan untuk dialihkan menjadi bantuan tunai langsung (blt) dari hasil produk yang mengikuti harga dunia. Subsidi langsung itu dilakukan agar tepat sasaran bukan digunakan untuk orang kaya. Dalam situasi itu pemerintah mulai menghitung bagaimana target bauran EBT sampai 2025. Kala itu diakui memang dengan kondisi perekonomian saat itu target EBT 2025 dapat mencapai 23%."Sejak 2007 sampai sekarang belum pernah diubah. Jadi pesan saya jangan meninggalkan sejarah. Karena tantangan itu ada di zamannya, kalau menengok ke belakang 'ko begini?' Tantanganya berbeda. Jadi waktu kita design EBT 23%, (capaia sekarang) 14%, mohon maaf tolong direvisi, jadi (Kementerian) ESDM harus direvisi," kata dia dalam acara diskusi di Menara Global, Kamis (16/1/2025).

(rrd/rrd)



Source https://finance.detik.com

Sivun kommentit