Hilirisasi Minerba Bisa Geber Ekonomi Daerah, tapi Warga Nggak Kecipratan Duitnya

Admin Ugems
2 minutes de lecture - Tue Sep 17 07:00:00 GMT 2024

Jakarta - Pemerintah terus menggeber program hilirisasi khususnya di sektor tambang mineral dan batu bara (minerba). Program ini dinilai terbukti berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya di daerah pertambangan.Direktur Eksekutif Reforminer Komaidi Notonegoro mengatakan angka pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah yang menjadi basis investasi industri pertambangan bisa mencapai 25% atau lima kali lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional."Hasil riset kami di Reforminer menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi di daerah yang menjadi basis investasi tambang itu luar biasa naik signifikan," kata Komaidi dalam acara detikcom Leaders Forum 'Menuju Indonesia Hijau: Inovasi Energi dan Sumber Daya Manusia,' di Hotel St. Regis, Jakarta Selatan, Selasa (17/9/2024).
"Misalnya di daerah Halmahera di Maluku, itu pertumbuhan ekonominya antara 2020-2023 itu di kisaran 20-25%, itu luar biasa di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang average hanya 5-6%" terangnya lagi.Meski begitu, menurutnya angka pertumbuhan ekonomi ini tidak mencerminkan kondisi kesejahteraan masyarakat setempat. Sebab meski pertumbuhan ekonomi daerahnya sangat tinggi, tingkat kemiskinan di wilayah itu malah bertambah."Tetapi di daerah-daerah itu angka kemiskinan, tingkat kedalaman kemiskinan, dan keparahan kemiskinan naik signifikan," ucapnya.Komaidi menjelaskan dalam perhitungan pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dilihat dari empat indikator, yakni konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi perusahaan, dan nilai ekspor neto (ekspor dikurangi impor).Dari keempat indikator itu, menurutnya investasi perusahaan lah yang mendorong angka pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut meningkat signifikan. Namun indikator konsumsi rumah tangga yang sering digunakan untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat masih sangat rendah."Paling besar adalah dari komponen investasi swasta atau pembentukan modal bruto tetap. Nah dari situ kita lihat, kita cocokan juga dengan pola investasi, ada sesuatu data yang cukup menarik di dalam tiga tahun terakhir, itu PMA (Penyertaan Modal Asing) 60% ada di luar Jawa, ternyata ada di basis-basis smelter itu. Artinya apa? Artinya kue ekonomi yang naik signifikan tadi tidak kembali ke masyarakat setempat," jelas Komaidi.Menurutnya kondisi ketimpangan antara investasi dengan uang yang masuk ke kantong masyarakat ini terlihat dari tingkat kedalaman kemiskinan (P1) dan tingkat keparahan kemiskinan (P2). Hal inilah yang menurutnya perlu diperhatikan pemerintah, khususnya pemerintah daerah."Indikator kedalaman kemiskinannya nambah nih, baik di dalam P1 di kedalaman kemiskinan, maupun P2 di keparahan kemiskinan. Keparahan kemiskinan itu indikator kesenjangan antara penduduk miskin itu semakin tinggi, kalau kedalaman itu artinya pengeluaran penduduk itu semakin jauh dari garis kemiskinan. Jadi kalau garis kemiskinannya satu bulan Rp 500 ribu, itu semakin jauh dari angka itu, artinya di bawah itu," jelasnya lagi."Tapi di satu sisi ekonominya seolah-olah indikator makronya bagus, tapi indikator sosial masyarakatnya ini yang saya kira PR bersama, terutama di pemerintahan daerah dan pemerintahan pusat, kalau ini tidak dilakukan interferensi ini akan menjadi bom waktu karena kemudian di daerah merasa ini kekayaan alam kami dikerok tapi kami nggak dapat apa-apa, saya kira ini problem yang sangat mendasar," jelasnya lagi.Belum lagi menurutnya yang perlu menjadi perhatian juga adalah sebagian besar investasi di sektor pertambangan minerba ini adalah perusahaan asing. Kemudian investasi yang masuk dalam bentuk paket, artinya usai menanamkan investasi di wilayah-wilayah ini mereka bisa langsung mengambil hasil bumi Indonesia."Tambah lagi investasi itu paketnya sebagian besar, PMA-nya, adalah dari non-domestik ya, dan itu paket. Artinya mereka yang tanam, kemudian tumbuh, ambil bawa pulang sementara yang punya lahan nggak kebagian, ini yang saya kira menjadi persoalan di dalam 3-5 tahun ke depan kira-kira permasalahan sosial yang akan timbul di dalam konteks hilirisasi adalah itu," pungkas Komaidi.Simak Video: detikcom Leaders Forum, Kupas Arah Kebijakan Energi Demi Indonesia Hijau [Gambas:Video 20detik]
(fdl/fdl)



Source https://finance.detik.com

Commentaires sur la page