Pantang Mundur ELSA, MEDC & ITMG Genjot Proyek Meski Prospek Moderat

Admin Ugems
3 minutes de lecture - Fri Sep 12 08:47:00 GMT 2025

Bisnis.com, JAKARTA — Beberapa emiten energi tetap menggenjot realisasi belanja modal hingga memenuhi target produksi meski prospek sektoralnya dinilai moderat.
Emiten Grup Pertamina, PT Elnusa Tbk. (ELSA) tahun ini menyiapkan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp594 miliar. Dari angka tersebut, perseroan mengalokasikan sebesar 45% atau Rp267,3 miliar untuk fokus pada proyek upstream atau hulu migas.
Direktur Pengembangan Usaha Elnusa Arief Prasetyo Handoyo mengatakan saat ini kegiatan proyek-proyek di hulu migas terus meningkat signifikan, baik dari pekerjaan pengeboran, pemeliharaan, hingga sektor jasa penunjang hulu migas.
"Dalam hal ini juga untuk menjawab cita-cita dari pemerintah, untuk bisa memproduksi kurang lebih sekitar 1 juta barel. Itu menjadi opportunity bagi perseroan bagaimana kami bisa meningkatkan market share di kegiatan upstream. Untuk itu, kuncinya adalah bagaimana kami bisa meningkatkan reliability dan juga availability aset yang kami miliki," kata Arief dalam Pubex Live, Kamis (11/9/2025).

Adapun, dalam rencana penggunaan capex perseroan tahun ini sebanyak 30% dari total akan digunakan untuk sektor distribusi dan logistik energi, 12% akan dipakai untuk support upstream, 8% untuk belanja non proyek, dan 5% akan dipakai untuk pengembangan bisnis baru perseroan.
Sementara itu, untuk pelayanan migas terintegrasi, belanja modal perseroan akan difokuskan pada investasi alat-alat di sektor hulu migas seperti coiled tubing unit (CTU), rig, hingga logging tool. Belanja modal untuk pelayanan distribusi dan logistik energi akan digunakan dalam pembangunan terminal LPG di Kolaka, Sulawesi Tenggara hingga belanja untuk tangki bahan bakar.

Terakhir, belanja modal untuk sektor jasa penunjang akan dipakai untuk general warehouse SCU, perawatan kapal tongkang, hingga belanja kapal Anchor Handling Tug Supply (AHTS) yang dioperasikan anak usahanya PT Elnusa Samudera (ETSA), serta belanja alat CNC Machine atau Coupling & Pipe Threading untuk dioperasikan anak usahanya PT Elnusa Fabrikasi Konstruksi (EFK).
Di sisi lain, emiten energi keluarga Panigoro, PT Medco Energi Tbk. (MEDC) meningkatkan target produksi minyak dan gas (migas) sebesar 155-160 million barrels of oil equivalent per day (mboepd) pada 2025.
Pada tahun ini, perseroan mulanya menargetkan produksi migas sebesar 145-150 mmboped. Target awal itu cukup moderat karena tidak jauh berbeda dengan target 2024 sekitar 145 mboepd.
Direktur & Chief Administrative Officer Medco Amri Siahaan menjabarkan revisi target tersebut ditetapkan usai perseroan mengakuisisi Fortuna International (Barbados) Inc, dari Repsol E&P yang meningkatkan hak partisipasi Medco di Blok PSC Corridor dari 46% menjadi 70%.
Blok PSC Corridor ini akan menambah produksi migas perseroan sebesar 10 mboepd, dari produksi existing sebesar 145-150 mboepd. Selain itu, proven+probable (2P) reserves atau cadangan migas yang telah terbukti dan terduga juga akan bertambah 63 million barrels of oil equivalent (mboe), menambah cadangan existing sebesar 121 mmboe sehingga perseroan mengantongi cadangan migas sebesar 184 mmboe.
Sebagai informasi, istilah 2P dalam cadangan migas menggambarkan seberapa besar probabilitas sebuah cadangan bisa diproduksi. Ada tiga tingkatan, 1P atau proven yang memiliki kemungkinan cadangan bisa diproduksi lebih dari 90%, lalu 2P yang menggambarkan probabilitas lebih dari 50%, serta 3P atau proven+probable+possible yang menggambarkan kemungkinan produksi hanya sekitar 10%.
Dengan begitu, target produksi perseroan pada 2025 ini didasarkan atas proyeksi adanya produksi migas sebesar 180 mboepd dalam kuartal IV/2025.
"Sehingga produksi rata-rata 2025 ditargetkan berada di kisaran antara 155.000-160.000 barel oil equivalent per hari," ujarnya dalam online konferensi pers public expose, Rabu (10/9/2025).
Sementara itu, PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) tetap berupaya memenuhi target produksi batu bara untuk tahun 2025 meski terkendala curah hujan.
Direktur ITMG Yulius Kurniawan Gozali menjelaskan curah hujan menjadi tantangan terbesar dari produksi batu bara perseroan di Kalimantan. Curah hujan ini biasanya akan cukup tinggi di semester I, dan akan kering pada semester II.
“Secara normal biasanya semester pertama produksinya itu lebih rendah dibandingkan semester kedua,” kata Yulius dalam public expose live, Rabu (10/9/2025).

Dia melanjutkan untuk semester I/2025, ITMG sudah berhasil memproduksi sebesar 10,4 juta ton dibandingkan dengan target produksi sekitar 20,8 juta ton sampai dengan 21,9 juta ton batu bara.
Produksi ini menurutnya sudah mencapai sekitar 40%-50% dari target produksi perseroan tahun ini.
“Jadi saya percaya bahwa dari sisi target, mudah-mudahan ITMG dapat memenuhi target produksi yang sudah dikomunikasikan saat ini,” ucapnya.
Lebih lanjut, Yulius menuturkan dari sisi outlook batu bara ke depan, saat ini ITMG melihat harga batu bara masih akan cukup stabil. ITMG melihat adanya kenaikan dari sisi permintaan atau demand, terutama dari negara-negara seperti China, Jepang, Korea, dan Taiwan.
Prospek Emiten Energi
Prospek pertumbuhan emiten-emiten sektor energi diperkirakan bergerak moderat, seiring investor yang lebih selektif menghadapi semester II/2025.
Tim Riset Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI) mengatakan prospek sektor energi pada semester II/2025 terlihat lebih moderat, meski laba bersih emiten-emiten di sektor ini turun akibat harga komoditas global yang melemah.
“Indeks sektoral energi sendiri masih hijau karena ada support dari dividen tinggi dan permintaan domestik. Sektor energi masih bisa dikatakan defensif, tetapi dengan peluang penguatan yang terbatas,” kata Tim Riset KISI, Kamis (11/9/2025).
Tim Riset KISI melanjutkan, saat ini investor pasar modal mulai selektif. Sebagian dana investor dirotasi ke sektor lain seperti teknologi dan sektor konsumer yang lebih memperlihatkan pertumbuhan.
Sementara itu, Tim Riset KISI masih melihat sektor energi cukup strategis untuk jangka panjang. Akan tetapi, secara jangka pendek, tidak terlalu atraktif seperti tahun lalu.
Di sisi lain, KISI melihat outlook untuk arus dana asing pada saham energi Indonesia masih agak beragam (mixed). Pelemahan harga komoditas dan risiko makro membuat arus dana asing ke saham-saham energi menjadi terbatas.
“Tapi untuk saham-saham big cap energi yang likuid seperti ADRO, PGAS, dan MEDC, asing masih bisa masuk karena menjadi proxy energi Indonesia. Jadi inflow mungkin selektif, tidak masif,” ucapnya.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.



Source https://www.bisnis.com

Commentaires sur la page