Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik melemah pada perdagangan sesi I Rabu (12/7/2023), setelah sempat dibuka menguat pada pembukaan perdagangan sesi I hari ini.
Per pukul11.46 WIB, IHSGcenderung stagnan di level 6.797,79. IHSG bahkan sempat menembus level psikologis 6.800 pada awal perdagangan sesi I. Namun selang satu jam setelah dibuka, IHSG kembali bertahan di level psikologis 6.700.
Secara sektoral, sektor energi menjadi pemberat IHSG pada sesi I hari ini, yakni sebesar 1,95%. Padahal kemarin, sektor energi menjadi salah satu penopang IHSG.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, beberapa saham juga menjadi pemberat IHSG, di mana secara mayoritas merupakan saham-saham berkapitalisasi pasar 20 besar.
Baca:
GRPM Selalu ARB Sejak Listing, Investor IPO Rugi Segini
Berikut saham-saham yang menjadi pemberat IHSG pada sesi I hari ini.
Emiten
Kode Saham
Indeks Poin
Harga Terakhir
Perubahan Harga
Bayan Resources
BYAN
-10,16
17.200
-2,82%
United Tractors
UNTR
-1,57
24.075
-1,63%
Adaro Energy Indonesia
ADRO
-1,34
2.390
-1,65%
Chandra Asri Petrochemical
TPIA
-1,20
2.050
-0,97%
Sumber Alfaria Trijaya
AMRT
-0,98
2.750
-0,72%
Sumber: Refinitiv& RTI
Saham emiten pertambangan batu bara mendominasi laggard atau pemberat IHSG pada hari ini. Adapun saham PT Bayan Resources Tbk (BYAN), yang kemarin menjadi leader atau penopang terbesar IHSG, pada sesi I hari ini menjadi laggard terbesar yakni 10,2 indeks poin.
Selain BYAN, ada saham PT United Tractors Tbk (UNTR) dan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), masing-masing memberatkan IHSG sebesar 1,6 dan 1,3 indeks poin.
IHSG mulai berbalik arah ke zona merah setelah pada awal perdagangan sesi I hari ini sempat menguat, bahkan sempat menembus level psikologis 6.800.
Loyonya IHSG dinilai wajar karena penguatannya sudah berlangsung selama dua hari, meskipun hal ini juga diperberat oleh pergerakan bursa Asia-Pasifik yang mulai lesu pada pagi hari ini.
Di lain sisi, investor sepertinya sedang memasang mode wait and see, jelang rilis data inflasi AS ditingkat konsumen (consumer price index/CPI) pada malam nanti waktu Indonesia.
Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones memperkirakan CPI bulan lalu naik 3,1% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Setali tiga uang, CPI inti tahunan bulan lalu juga diperkirakan akan melandai ke 5%, dari bulan sebelumnya 5,3%.
Sementara inflasi ditingkat produsen (producer price index/PPI) diproyeksikan naik 0,2% bulan lalu, setelah turun 0,3% di Mei.
PPI kemungkinan naik hanya 0,2% dari posisi tahun lalu, yang akan menandai kenaikan tahunan terkecil sejak September 2020, dan dibandingkan dengan puncak 11,7% pada Maret tahun lalu.
Jika CPI dan PPI AS melandai sesuai dengan prediksi pasar, maka itu menjadi sinyal kuat jika ekonomi AS akan melemah.
Baca:
Lo Kheng Hong Jual 4,87 Juta Saham GJTL, Cuannya Bikin Kaget
Pelemahan ekonomi akan membuat pasar tenaga kerja AS yang masih panas saat ini bisa mendingin sehingga inflasi pun akan terus melemah dan mendekati target bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yakni 2%.
Meski begitu, investor global tetap memperkirakan kenaikan 25 basis poin (bp) pada pertemuan The Fed 25-26 Juli.
Berdasarkan perangkat CME FedWatch, probabilitas pasar yang memperkirakan kenaikan 25 bp mencapai 93%, sedangkan sisanya hanya 7% yang memperkirakan The Fed akan kembali menahan suku bunga acuannya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[emailprotected]
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
IHSG Jeblok, 6 Saham Big Cap Ini Jadi Biang Keroknya
(chd)
Source https://www.cnbcindonesia.com