EBT Projek Utopis? China Si Raja Polusi Tambah PLTU Batu Bara

Admin Ugems
2 Minute Read - Tue Aug 15 06:57:00 GMT 2023

China telah menyetujui pembangunan pembangkit listrik batu bara 50 gigawatts (GW)
Produksi batu bara China meningkat 9% menjadi 4,5 miliar ton tahun 2022
Krisis energi global sebagai dampak perang Rusia Ukraina memicu kembalinya permintaan batu bara di Eropa.


Jakarta, CNBC Indonesia - China muncul sebagai jagoan energi bersih dunia dengan menyumbang US$ 546 miliar (Rp 8.273 triliun) atau hampir setengah dari aliran dana sektor ini tahun 2022, seiring berbagai negara memastikan keamanan energinya.Sayangnya, investasi raksasa tersebut tidak mengubah label China sebagai pencemar terbesar di planet ini, terutama jika memperhatikan juga investasi bahan bakar fosilnya.
China menyetujui lebih dari 50 gigawatt pembangkit listrik tenaga batu bara baru pada paruh pertama tahun 2023, ungkap kelompok lingkungan Greenpeace yang dikutip dari Oil Price. Pembangunan ini menjadi rekor pembankit listrik batu bara terbesar, untuk bertahan dari dampak kekeringan pada Pembangkit Listrik Tenaga Airnya (PLTA).



"Pemerintah China telah membuat keamanan energi dan transisi energi bertentangan satu sama lain. Beijing telah dengan jelas menyatakan bahwa tenaga batu bara masih akan tumbuh pada 'kecepatan yang wajar' hingga tahun 2030," kata Gao Yuhe dari Greenpeace kepada Reuters.
Produksi batu bara China meningkat 9% menjadi 4,5 miliar ton tahun lalu, lebih dari separuh total dunia, dan diperkirakan akan terus meningkat pada tahun ini. Kekeringan yang terjadi membuat China harus mempersiapkan antisipasi sebagai upaya mengimbangi penurunan 22,9% produksi PLTA.
China bukan satu-satunya korban dampak perubahan iklim yang membatasi pembangkit listrik tenaga airnya. Eropa, Amerika Utara dan Asia turut mengalami penurunan drastis PLTA dengan kinerja global turun 3% dibanding rata-rata 2019-2021.
Berkurangnya pasokan tenaga air sebagai sumber energi bersih, artinya akan lebih banyak sumber tenaga yang menghasilkan polusi, seperti batu bara dan gas untuk memenuhi permintaan listrik.
Wilayah yang paling terpukul dari kekeringan pada PLTA datang dari Amerika Serikat (AS). Keringnya daerah Arizona, Nevada, Washington, dan Colorado telah menyebabkan penurunan pembangkit listrik tenaga air sebesar 17%. Begitu pula dengan Meksiko yang juga terkoreksi 15% produksinya.
Amerika Latin lainnya malah bernasib jauh lebih baik, dengan Brasil, produsen hidro terbesar ketiga secara global, mencatat pertumbuhan produksi 3,4% sementara Kolombia mengalami peningkatan sekitar 10%.
Asia sebagai produsen tenaga air kelas berat yang menyumbang sekitar 43% secara global belum terhindar dari krisis tenaga air. China sebagai pemimpin PLTA Asia dengan kontribusi 30% global mengalami penyusutan produksi 7,2% sepanjang tahun ini.
Sementara India, produsen terbesar kedua Asia, telah mengalami penurunan produksi 5%. Vietnam, produsen hidro global terbesar kesembilan dan saat ini sedang dilanda gelombang panas besar-besaran, telah mengalami penurunan produksi sebesar 10,5%.
Krisis energi global dampak dari perang Rusia di Ukraina telah memicu kembalinya permintaan batu bara di Eropa.
Hasil utama dari konferensi iklim COP26 adalah bahwa berbagai negara berjanji untuk mengakhiri penggundulan hutan, mengekang emisi CO2 dan metana, serta menghentikan investasi publik dalam tenaga batu bara.
Khusus mengenai batu bara, total 46 negara menandatangani pernyataan Global Coal to Clean Power Transition, berjanji untuk "mempercepat transisi dari pembangkit listrik batu bara yang berkelanjutan" dan "menghentikan penerbitan izin baru untuk proyek pembangkit listrik tenaga batu bara baru yang tidak mereda."
Namun kurang dari setahun kemudian, semua janji itu sia-sia, dengan lusinan negara berebut untuk melanjutkan pembangkit energi berbasis batu bara pasca perang Rusia Ukraina memicu krisis energi global.
Menurut sebuah laporan oleh Observer Research Foundation, gangguan pasokan energi yang dipicu oleh perang Rusia di Ukraina membuat harga LNG (Liquified Natural Gas) lebih tinggi menyebabkan batu bara sebagai satu-satunya opsi untuk tenaga listrik yang dapat dikirim dan terjangkau di sebagian besar Eropa.
Bahkan, Eropa Barat dan Amerika Utara yang memiliki kebijakan eksplisit untuk menghapus batubara tidak dapat mengelak atas kebutuhan energi kotor ini.
Menurut Washington Post, tambang batu bara dan pembangkit listrik yang ditutup 10 tahun lalu telah mulai diperbaiki di Jerman. Pengamat industri menyebutnya sebagai "mata air" untuk pembangkit listrik tenaga batu bara Jerman. Itu adalah perubahan besar mengingat tujuan Jerman adalah menghapus semua listrik dari batu bara pada tahun 2038.
Negara-negara Eropa lainnya seperti Austria, Polandia, Belanda, dan Yunani juga sudah mulai memulai kembali pembangkit listrik tenaga batu bara. Sementara itu, Komisi Eropa telah memberikan pengampunan kepada negara-negara yang mengganti gas Rusia dengan batu bara meski dampak akhirnya berupa emisi yang lebih tinggi.
Krisis energi memaksa banyak negara untuk memikirkan kembali strategi energi mereka. Inggris telah memutuskan untuk mencabut moratorium shale gas atau penghentian pengerukan gas yang ditetapkan pada 2019. Langkah ini merupakan upaya peningkatan sumber daya energi dalam negeri dan membantu rumah tangga dan bisnis berjuang untuk membayar tagihan energi yang melonjak.
Sementara itu, Jepang telah mengumumkan perubahan besar dalam kebijakan energinya setelah negara Asia itu mengadopsi kebijakan baru yang mempromosikan penggunaan energi nuklir yang lebih besar.
Kebijakan ini telah efektif pasca larangan 11 tahun berakhir akibat bencana tsunami Fukushima yang menyebabkan tiga dari enam reaktornya mengalami kehancuran.


[Gambas:Video CNBC]






(mza/mza)



Source https://www.cnbcindonesia.com

Page Comments