Harga Batu Bara Ikut Mendidih karena Cuaca Bak Neraka

Admin Ugems
2 Minute Read - Tue Aug 15 06:47:00 GMT 2023

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara terus melambung. Kenaikan harga ditopang seiring melonjaknya permintaan listrik China yang memecahkan rekor akibat adanya gelombang panas.
Pada perdagangan Rabu (19/7/2023), harga batu bara ICE Newcastle kontrak Agustus ditutup di posisi US$ 138,40 per ton. Harga batu bara menguat tipis 0,25%. Posisi penutupan pada hari ini adalah yang tertinggi dalam tujuh hari perdagangan terakhir.
Penguatan hari ini memperpanjang tren positif pasir hitam yang terus menguat sejak Kamis pekan lalu. Dalam empat hari terakhir, harga batu bara sudah terbang 8,85%.Kondisi ini berbanding terbalik pada pekan-pekan sebelumnya di mana harga batu bara terus tersungkur karena melemahnya permintaan.


">
Gelombang panas (heatwaves) yang terjadi di Negeri China menyebabkan permintaan listrik melonjak, menyebabkan konsumsi batu bara menyentuh rekor di lebih dari 1.000 pembangkit listrik tenaga batu bara di China, melansir Democracy Now.
Melesatnya permintaan terjadi setelah pemerintah China menyetujui peningkatan kapasitas listrik tenaga batu bara baru yang memecahkan rekor 86 gigawatt tahun lalu.
Otoritas China pada Senin (17/7/2023) menyebut adanya cuaca 'neraka', di mana suhu telah mencapai rekor 52,2 derajat Celcius (126 derajat Fahrenheit) di barat laut negara itu selama akhir pekan.Pemerintah China pun meminta penambang batu bara untuk menjaga produksi untuk mengantisipasi permintaan listrik setelah ada gelombang panas.Produksi batu bara China pada semester I-2023 mencapai 2,3 miliar ton, naik 4,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Tingginya produksi China menjadi faktor terbatasnya permintaan impor batu bara ke depan, termasuk dari Indonesia.

China sendiri telah berfokus pada produksi dalam negerinya yang disebabkan krisis energi pada pada 2021 dan 2022. China yang bergantung pada produksi listrik batu bara juga telah mengamankan batu bara dengan memperpanjang kontrak pasokan batu bara pada akhir tahun lalu. China mengandalkan batu bara termal untuk menghasilkan 60% listriknya
India sebagai negara importir batu bara terbesar kedua setelah China juga mengalami peningkatan produksi dalam negeri. Di sisi permintaan, India berpotensi mengalami pelemahan.
Melansir CoalMint, Proyeksi pelemahan didasari oleh dua faktor yaitu produksi batu bara domestik India meningkat signifikan sebesar 15% secara tahunan. Selain itu, India telah menetapkan target produksi lebih dari 1 miliar ton pada tahun 2024, atau meningkat 13% dibanding 2023.

Kedua, pembeli India mencari batu bara dengan potongan harga dari reseller Eropa. Data mengungkapkan bahwa impor batubara India dari Indonesia sudah turun 17% di semester pertama, menjadi 50 juta ton. Ini merupakan indikasi kuat bahwa volume di semester kedua pelemahan harga batu bara.
Dari Eropa, gelombang panas juga mulai menerjang benua biru.
Dikutip dari CNBC International, suhu di selatan Prancis sudah mencapai 29,5 derajat Celcius. The World Meteorological Organization memperkirakan suhu di Italia, Spanyol, dan Yunanni akan menembus di atas 40 derajat Celcius dalam waktu dekat. Suhu di Sardinia dan Sisilia, Italia, bahkan sudah menembus 46 derajat Celcius pada Selasa (18/7/2023).
Selain permintaan pendingin yang melonjak, gelombang panas juga akan membuat permukaan sungai di Eropa, termasuk Rhine, mengering. Padahal, sungai menjadi salah satu urat nadi pengiriman barang. Jika permukaan sungai mengering maka pengiriman barang seperti batu bara akan terganggu sehingga pasokan berkurang dan harga akan naik.

Kenaikan harga batu bara juga ditopang oleh proyeksi meningkatnya peningkatan listrik pada 2024.Sebelumnya, krisis energi yang terjadi akibat adanya shortage batu bara memaksa harga batu bara mengalami perlambatan sepanjang 2023.Namun, Melansir Reuters, International Energy Agency (IEA) memperkirakan akan terjadi rebound permintaan listrik pada 2024 yang artinya perlu ada sumber energi lain untuk menyokong tingginya kebutuhan.
Data IEA memproyeksi tingkat pertumbuhan global untuk konsumsi energi akan melambat menjadi kurang dari 2% pada tahun 2023, turun dari 2,3% pada tahun 2022, yang juga turun dari rata-rata lima tahun sebelum COVID-19 sebesar 2,4%.
Untuk tahun 2024, angka tersebut diperkirakan akan naik menjadi 3,3%, karena prospek ekonomi membaik. Adanya potensi kenaikan permintaan listrik pada 2024 yang lebih tinggi dibanding rerata lima tahun terakhir menjadi faktor penguatan harga batu bara.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[emailprotected]



[Gambas:Video CNBC]






(mza/mza)



Source https://www.cnbcindonesia.com

Page Comments