Hilirisasi Belum Ampuh Tekan Kemiskinan

Admin Ugems
2 Minute Read - Thu Jul 25 07:00:00 GMT 2024

Ilustrasi(MI)

Pemerintah daerah didorong untuk menekan tingkat kemiskinan di wilayah masing-masing. Hal itu dapat dilakukan dengan melakukan pemberdayaan hingga memajukan berbagai unit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
"Pemerintah (daerah) juga harus punya program untuk mengurangi kemiskinan. Nah itu harus kerja daripada bupati-bupatinya, wali kota-bupati," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto kepada pewarta di kantornya, Jakarta, Rabu malam (24/7).
Pemda juga diharapkan tak hanya berpangku tangan pada investasi besar yang masuk di daerahnya. Sebab kehadiran investasi besar seperti pembangunan pabrik pemurnian (smelter) nyatanya belum bisa menjawab persoalan kemiskinan secara menyeluruh.

Baca juga : Airlangga Akui Investasi di Indonesia belum Inklusif
Hal itu sedianya berkaitan dengan maraknya investasi yang masuk melalui pabrik smelter di Indonesia. Derasnya penanaman modal di sektor pemurnian komoditas mineral dan batu bara itu tak serta merta menurunkan tingkat kemiskinan di wilayah terkait.
Tak dapat dipungkiri, wilayah yang menjadi sasaran investasi pabrik smelter mengalami pertumbuhan ekonomi yang terbilang tinggi. Itu terlihat dari kinerja pertumbuhan ekonomi di sebagian wilayah Indonesia Timur yang dalam beberapa tahun terakhir berubah menjadi surganya pabrik pemurninan komoditas sumber daya alam.
Namun pabrik smelter itu tak mampu menyerap banyak tenaga kerja lantaran sifatnya yang padat teknologi. Dus, kendati pun pertumbuhan ekonomi mendulang tinggi, angka kemiskinan masih belum bisa ditekan serendah mungkin.
Baca juga : Airlangga: KEK Kura-Kura Bali Serap Hampir 100 Ribu Tenaga Kerja
Karenanya, Airlangga menekankan penting untuk mencari titik tengah agar pertumbuhan ekonomi yang tinggi di wilayah investasi smelter bisa berdampak pada pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar.
"Kalau industri smelting itu kan furnace. Pasti itu padat teknologi. Kalau industri garment itu bisa padat karya. Tetapi industri garment juga bisa padat teknologi. Karena beberapa yang terakhir kan juga menggunakan robotik," kata dia.
"Jadi itu yang harus dipilah. Tapi nggak bisa kalau industri yang padat teknologi dipadat karyakan nggak bisa. Makanya industri padat karyanya (juga) harus didorong. Aneka industri kan hampir seluruhnya padat karya," lanjut Airlangga.
Baca juga : PSN Dan KEK di Indonesia Berhasil Raup Investasi Hampir 7 Triliun
Anomali dari investasi di industri penghiliran itu turut diamini oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Pasalnya sejauh ini hilirisasi tampak belum memberikan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar dari aktivitas pemurninan minerba yang terjadi.
"Berdasarkan hasil diskusi Kementerian ESDM dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), yang menyimpulkan adanya anomali terhadap pengelolaan sumber daya alam di sejumlah wilayah Indonesia yang kaya akan sumber daya alam justru angka kemiskinannya cukup tinggi, salah satunya adalah Provinsi Sumatera Selatan," ujar Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Perencanaan Strategis M. Idris. F. Sihite melalui keterangannya yang dikutip pada Kamis (25/7).
Anomali yang secara kasat mata terlihat menurutnya terjadi di Provinsi Sumatra Selatan. Wilayah itu emiliki kekayaan cadangan batu bara terbesar kedua di Indonesia, yakni sebanyak 9,3 miliar ton.
Baca juga : Peringkat Daya Saing Indonesia Naik ke Posisi 27, Lampaui Inggris
Produksi batu bara Sumatra Selatan pada 2023 sebanyak 104,68 juta ton serta menghasilkan penerimaan negara sebesar Rp9,898 triliun berupa iuran tetap sebesar Rp66,4 miliar dan royalti sebesar Rp9,832 triliun. Namun hal itu belum mampu mengurangi tingkat kemiskinan di provinsi tersebut.
Menurut Idris, penghentian anomali pengelolaan SDA tersebut membutuhkan upaya yang komprehensif dan berkelanjutan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, pelaku usaha, masyarakat sipil, dan akademisi.
"Ini pekerjaan rumah kita bersama untuk mengatasi persoalan tersebut, apakah tata kelola sumber daya alam sudah sejalan dengan tujuan pasar 33 UUD 1945, yakni sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat," tuturnya.
Adapun sebelumnya, di kesempatan yang berbeda, Airlangga menyampaikan bahwa hilirisasi merupakan salah satu bagian dari mesin pertumbuhan ekonomi nasional yang akan terus didorong. Itu karena aktivitas pemurnian komoditas minerba telah memberikan nilai tambah bagi perekonomian dalam negeri. (Z-11)



Source https://mediaindonesia.com

Page Comments