Hilirisasi Industri Kikis Perekonomian Warga Lokal
Hilirisasi Industri Kikis Perekonomian Warga Lokal
Admin Ugems
KOORDINATOR Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Melky Nahar mengungkapkan, agenda hilirisasi produk sumber daya mineral yang dijalankan pemerintah tidak memiliki dampak baik secara langsung bagi masyarakat. Bahkan, upaya penghiliran tersebut justru mengikis pendapatan masyarakat sekitar dan merusak lingkungan.
"Tidak ada pengaruh secara langsung ke perekonomian warga. Karena yang terjadi justru lahan-lahan warga yang selama ini dikelola untuk pertanian, perikanan, perkebunan justru lenyap, tercemar dan sebagainya. Itu yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia," ujarnya saat dihubungi, Selasa (25/7).
Siasat redaksional dalam pengambilalihan lahan oleh pemerintah dari ganti rugi menjadi ganti untung juga dinilai telah mengecoh masyarakat. Sebab, tak ada keuntungan dari penyerahan lahan untuk digunakan sebagai tempat penggalian maupun pabrik dari komoditas mineral dan batu bara.
Baca juga :KNPI Siap Jaga Ketahanan Pangan dan Dorong Percepatan Regulasi Hilirisasi
Alih-alih untung dan sejahtera seperti yang disampaikan pemerintah, warga yang menjual lahan justru akan merugi lantaran kehilangan aset atau ruang untuk produktif. Sebab lahan yang umumnya jadi tempat menggantungkan hidup telah dimiliki oleh pihak lain yang mengeruk keuntungan lebih besar.
"Ketika pemilik lahan melepas lahan, uang diterima, tapi kehilangan hak atas lahan untuk mengakses dan memanfaatkan. Jadi tidak ada keuntungan di sana, hanya ada kerugian," kata Melky.
Baca juga :Daerah Penghasil Nikel Miskin, Hilirisasi tidak Berdampak Langsung
Hal itu pula yang mendorong timbulnya ketimpangan pada masyarakat di sekitar lokasi hilirisasi. Sumber utama pendapatan dari berkebun dan bertani dibabat habis untuk menampung dan mengolah produk mineral. "Tren kemiskinan itu justru meningkat karena ruang produksi petani dan nelayan ini dilenyapkan secara sistematis," sambung Melky.
Dari sisi lingkungan, daya rusak hilirisasi tak hanya terjadi di satu titik penghiliran dilakukan. Kerusakan yang ditimbulkan dari ambisi hilirisasi dinilai cukup besar lantaran terjadi sedari hulu hingga hilir.
Pabrik-pabrik pengolahan, alias smelter masih ditopang oleh energi fosil batu bara. Penggalian dilakukan di banyak tempat untuk mendapatkan sumber energi itu. Dengan kata lain, makin banyak daratan dirusak, dilubangi untuk memenuhi kebutuhan daya smelter.
"Karena proses hilirisasi yang energinya masih bersumber dari energi fosil batu bara, maka kerusakannya pun juga terjadi di hulu, tempat batu bara dibongkar untuk memenuhi PLTU di kawasan industri," kata Melky.
Karenanya, lanjut dia, Jatam menilai tak ada titik seimbang atau jalan tengah dari hilirisasi. Itu menurut Melky tak akan berimplikasi positif bagi warga dan lingkungan. Sekali pun disebutkan hilirisasi mendorong peningkatan ekonomi, keuntungan hanya dinikmati pemilik modal di sektor terkait.
"Siapa yang mendominasi hulu ke hilir dari proses hilirisasi itu sendiri? bicara soal tambang, siapa yang menguasai? Industri, siapa yang pegang kendali? PLTU, siapa yang pegang kendali. Baterai listrik pun, siapa yang pegang kendali? Itu bukan warga. Jadi jadi menurut kami, sama sekali tidak ada titik temu," tutur Melky.
"Jadi tidak ada impak langsung pada warga. Jadi kalau ditanya hilirisasi penting atau tidak, Indonesia sebagai negara agraris, maka hilirisasi ini tidak penting bagi warga," pungkas dia.
Harus Ikut Aturan
Sementara itu, di kesempatan berbeda, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah telah mewajibkan investor di Indonesia untuk mematuhi sejumlah peraturan yang terkait dengan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat lokal.
"Jadi saya katakan, jika anda (investor) tidak mengikuti aturan tersebut, kami bisa menghentikan operasional anda. Jadi ini harus dipatuhi," kata dia dalam Nickel Conference 2023 yang disaksikan di kanal CNBC Indonesia.
Setidaknya ada empat aturan yang ditekankan pemerintah, yakni, pertama, mendukung keberlanjutan lingkungan. Investor atau pabrik harus mematuhi regulasi tentang lingkungan yang berlaku di Indonesia dan sesuai dengan standar global.
Kedua, wajib menggunakan tenaga kerja lokal. Pada tahap awal pembangunan atau operasional, investor masih dimungkinkan untuk menggunakan tenaga kerja asing. Namun di saat yang sama harus ada transfer pengetahuan atau kemampuan pada tenaga kerja lokal agar bisa diserap.
Ketiga, pengalihan teknologi. Hal ini menjadi hal penting yang wajib dilakukan dalam berinvestasi di Indonesia. Transfer teknologi diharapkan juga dapat mendorong produktivitas dan kualitas di dalam negeri.
Keempat, investor didorong untuk ikut menciptakan nilai tambah bagi Indonesia. Pemerintah bakal memprioritaskan penanam modal yang mau berupaya bersama untuk meningkatkan nilai tambah pada produk-produk mentah sumber daya alam.
Lebih lanjut, Luhut juga menyampaikan bahwa hilirisasi di Indonesia telah berdampak pada peningkatan status sosial masyarakat sekitar. "Populasi miskin di industri ini terus menurun. Orang yang hidup di bawah garis kemiskinan juga menurun dan juga rasio gini juga demikian, menurut saya itu adalah buah dari kebijakan pemerintah," pungkas dia. (Z-5)
Source https://mediaindonesia.com