RI Cuan Rp 241 T Jika Genjot Pembangunan Pakai Ekonomi Restorasi, Apa Itu?

Admin Ugems
A Minute Read - Thu Jul 25 07:00:00 GMT 2024

Jakarta - Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menerbitkan Paradigma Baru Ekonomi terkait Dukungan Fiskal untuk Ekonomi Restoratif. Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar mengatakan Indonesia bisa menghasilkan penerimaan negara dari sisi pajak yang cukup tinggi jika menggunakan model ekonomi restoratif.Dalam paparannya penerimaan negara setidaknya bisa mencapai Rp 222,78-241,62 triliun per tahun. Angka itu didapat dari berbagai pungutan pajak baru, seperti pajak karbon, pajak windfall, pajak produksi batu bara, dan pajak orang sumber kaya."Kita bicara revenue pajak yang baru, kita mem-propose menghitung sumber dari ekonomi restoratif ini, ini bukan ide baru, kami menghitung kembali mengenai ini. Sebetulnya pajak karbon bisa mencapai Rp 69 triliun per tahun. Tetapi memang nggak mudah," kata dia dalam diskusi di Hotel Mercure, Jakarta Pusat, Kamis (25/7/2024).
Sumber pajak tersebut lebih detailnya yakni pajak karbon bisa menghasilkan Rp 69,75 triliun, pajak windfall Rp 42, 71 triliun, pajak produksi batu bara Rp 28,76 triliun sampai Rp 47,59 triliun, dan pajak dari orang kaya Ro 81,56 triliun.Namun, pendapatan itu tidak hanya untuk negara semata, tetapi bisa digunakan pemerintah untuk menggenjot segala program terkait ekonomi restoratif. Jadi sumber dananya tidak dengan utang."Terobosan inovatif dalam perpajakan ini dapat menjadi opsi pembiayaan untuk mendukung inisiatif restoratif tanpa menambah beban utang dan membebani struktur fiskal saat ini," ucap dia.Apa Itu Ekonomi Restoratif?Ekonomi restoratif merupakan model ekonomi atau salah satu langkah pembangunan mementingkan lingkungan hingga sosial yang berkelanjutan. Dalam diskusi tersebut salah satu yang disinggung adalah bagaimana pemerintah juga harus memperbaiki lingkungan terutama hutan Indonesia.Jadi perhitungan pertumbuhan ekonomi tidak hanya terkait aktivitas pasar, seperti ekspor dan impornya saja, tetapi harus mementingkan perbaikan lingkungan.Menurutnya produk domestik bruto (PDB) yang sampai saat ini menjadi acuan pertumbuhan ekonomi, tidak lagi relevan menjadi perhitungan pembangunan negara. PDB hanya memperhitungkan aktivitas pasar tetapi tidak melihat bagaimana kerusakan lingkungan akibat aktivitas pasar tersebut."Artinya GDP tidak bisa dimaknai jadi sebuah analisa tunggal untuk melihat progres pembangunan," pungkasnya.
(ada/ara)



Source https://finance.detik.com

Page Comments